Keterampilan berbahasa sangat penting
dimiliki oleh setiap individu. Untuk berkomunikasi menyampaikan pesan atau
informasi antar individu kita perlu menguasai keterampilan berbahasa dengan
baik. Sejak usia dini semestinya kita sudah memperhatikan hal ini. Menurut Tarigan keterampilan berbahasa terdari dari keterampilan menyimak, keterampilan
berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Empat keterampilan
ini memiliki hubungan yang saling berkesinambungan.
Keterampilan menyimak merupakan proses
keterampilan yang kompleks. Keterampilan ini terdiri dari aspek mendengarkan, memahami,
menafsirkan bunyi-bunyi yang telah dikenalnya, kemudian mencoba memaknai bunyi-bunyi
tersebut, dan meresponnya. Pada masa transisi anak dari PAUD ke sekolah dasar untuk
keterampilan menyimak dapat dilihat dari hal sederhana seperti meminta anak
untuk menebak bunyi atau menentukan sumber bunyi dengan mata anak dalam kondisi
tertutup. Pada tahap memahami, kita bisa memberikan dua atau tiga perintah
secara bersamaan dan lihat apakah anak bisa melakukan semua perintah atau
tidak. Keterampilan menyimak ini akan menjadi modal untuk kematangan
keterampilan berbicara anak.
Keterampilan Berbicara adalah kemampuan mengungkapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengapresikan pikiran berupa ide, pendapat, keinginan atau perasaan kepada mitra pembicara. Pada anak usia transisi PAUD ke sekolah dasar bisa diketahui dengan cara meminta siswa untuk mengulangi kata atau kalimat yang diucapkan oleh orang dewasa. Kata atau kalimat yang diucapkan berupa kata yang memiliki persamaan pengucapan seperti datang-petang-pulang-elang-cincang atau satu-sepatu-ratu-batu-kutu. Mintalah anak untuk mengucapkan secara cepat atau laju, untuk melihat keterampilan berbicara anak. Keterampilan ini akan berkaitan dengan keterampilan membaca.
Baca Juga : Optimalisasi Komunitas Belajar
Keterampilan membaca merupakan salah satu
aktivitas yang sangat kompleks. Tidak hanya melibatkan kemampuan membaca,
tetapi juga melibatkan kemampuan kognitif, kemampuan untuk mengamati dan
kemampuan berkomunikasi. Keterampilan
membaca biasa dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pra membaca, saat membaca, dan
pasca membaca. Pada tahap pra membaca, kegiatan yang biasa dilakukan adalah
memprediksi isi bacaan melalui gambar atau ilustrasi, memperhatikan judul dan
menafsirkan menurut pendapatnya, dan lainnya. Tahap saat membaca, aktifitas
yang dilakukan melibatkan keseriusan dan kemampuan kognitif. Sedangkan kegiatan
pasca membaca adalah menceritakan kembali, mencari unsur instrinsik dari
bacaan, menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan bacaan, atau mencari
kosakata baru. Pada anak usia transisi PAUD ke sekolah dasar bisa diketahui
dengan mengenal bentuk huruf, mencocokan bentuk huruf yang sama, atau menyusun
huruf menjadi kata dengan contoh kata yang sudah ada.
Keterampilan berikutnya adalah keterampilan menulis. Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang bersifat
aktif-produktif. Keterampilan ini dipandang menduduki hierarki yang paling
rumit dan kompleks di antara jenis-jenis keterampilan berbahasa lainnya.
Menurut Tarigan menyatakan bahwa keterampilan menulis yang bisa diartikan
sebagai kegiatan di dalam menuangkan ide atau gagasan dan dengan menggunakan
bahasa tulis yang mana sebagai media penyampaiannya. Pada anak usia transisi
PAUD ke sekolah dasar bisa dilihat dari cara anak memegang pensil, menulis
garis lurus, lengkung, menebalkan huruf, dan lainnya.
Empat keterampilan ini sering dijadikan
prasyarat anak untuk masuk ke sekolah dasar. Hal ini adalah keliru. Anak yang
bersekolah di Taman Kanak-Kanak (TK) seyogyanya belum mendapatkan materi
tentang empat keterampilan tersebut. Mereka di TK lebih banyak untuk
mematangkan motorik halus dan motorik kasarnya. Motorik halus ini berupa
kelenturan jari jemari anak agar mudah nantinya dalam menulis di sekolah dasar.
Selain itu motorik kasar anak yang ditekankan di TK bertujuan untuk melatih
fokus anak dalam menyimak, melatih sikap tubuh yang baik dalam berbicara.
Kemampuan visual anak juga dilatih pada TK untuk kematangan dalam membedakan simbol-simbol
huruf yang bermanfaat untuk membaca. Dalam melihat kesiapan anak pada masa
transisi PAUD ke sekolah dasar dapat kita lakukan tes observasi.
Tes observasi
ini bukan sebagai penentu lulus atau tidaknya anak masuk sekolah dasar,
melainkan sebagai data awal untuk guru agar dapat melakukan tindak lanjut pada
anak. Guru akan merancang tindakan-tindakan yang berpihak pada anak, sehingga
kemampuan anak dapat meningkat secara signifikan.
Beberapa tes
observasi yang dapat dilakukan adalah tes kesiapan motorik harus, tes kesiapan
motorik kasar, tes kemampuan berfikir, tes auditori, tes visual, dan tes
kemampuan berbahasa. Pada tes motorik halus dapat berupa memotong kertas sesuai
pola yang sudah ditentukan, memasang kancing baju, memindahkan benda-benda
kecil dari kiri ke kanan. Untuk tes motorik kasar berupa berjalan lurus,
melompat, dan berjalan menggunakan keseimbangan. Tes kemampuan berfikir lebih mengarah pada
kemampuan matematika anak seperti menghitung gambar, menghitung mainan (menilai
kesesuaian ucapan hitungan dengan gerak tangan), atau menyebutkan angka. Tes
auditori berupa menebak bunyi benda, menebak suara hewan, dan memberikan tiga
perintah secara bersamaan. Tes visual biasanya mencocokan pola-pola gambar atau
menebak pola warna. Sedangkan tes kemampuan berbahasa hanya pada hal-hal
sederhana seperti meminta anak untuk menceritakan cerita sederhana yang
disampaikan observer (menyimak), meminta anak untuk menceritakan anggota keluarganya
(berbicara), mencocokan huruf (membaca), dan menebalkan pola-pola garis
putus-putus (menulis).
Sekolah
sebaiknya melakukan tes observasi bukan tes penerimaan siswa. Hal ini sejalan
dengan prinsip-prinsip kurikulum merdeka, yaitu adanya assessment diagnostik.
Tujuan assessment diagnostik ini adalah untuk mengetahui keadaan awal siswa. Dengan
adanya assessment diagnostik memungkinkan siswa untuk bersikap lebih aktif
dalam kegiatan pembelajaran. Pencapaian siswa dapat meningkat. Memudahkan guru
dalam menyusun rancangan pembelajaran yang mengakomodir kompetensi dan kondisi
siswa.
Baca Juga: Kurikulum Baru Harapan Baru?