Sunday, 26 May 2024

Keterampilan Berbahasa Anak pada Masa Transisi PAUD ke SD

0 comments

 

Keterampilan berbahasa sangat penting dimiliki oleh setiap individu. Untuk berkomunikasi menyampaikan pesan atau informasi antar individu kita perlu menguasai keterampilan berbahasa dengan baik. Sejak usia dini semestinya kita sudah memperhatikan hal ini. Menurut Tarigan keterampilan berbahasa terdari dari keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Empat keterampilan ini memiliki hubungan yang saling berkesinambungan.

Keterampilan menyimak merupakan proses keterampilan yang kompleks. Keterampilan ini terdiri dari aspek mendengarkan, memahami, menafsirkan bunyi-bunyi yang telah dikenalnya, kemudian mencoba memaknai bunyi-bunyi tersebut, dan meresponnya. Pada masa transisi anak dari PAUD ke sekolah dasar untuk keterampilan menyimak dapat dilihat dari hal sederhana seperti meminta anak untuk menebak bunyi atau menentukan sumber bunyi dengan mata anak dalam kondisi tertutup. Pada tahap memahami, kita bisa memberikan dua atau tiga perintah secara bersamaan dan lihat apakah anak bisa melakukan semua perintah atau tidak. Keterampilan menyimak ini akan menjadi modal untuk kematangan keterampilan berbicara anak.

Keterampilan Berbicara adalah kemampuan mengungkapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengapresikan pikiran berupa ide, pendapat, keinginan atau perasaan kepada mitra pembicara. Pada anak usia transisi PAUD ke sekolah dasar bisa diketahui dengan cara meminta siswa untuk mengulangi kata atau kalimat yang diucapkan oleh orang dewasa. Kata atau kalimat yang diucapkan berupa kata yang memiliki persamaan pengucapan seperti datang-petang-pulang-elang-cincang atau satu-sepatu-ratu-batu-kutu. Mintalah anak untuk mengucapkan secara cepat atau laju, untuk melihat keterampilan berbicara anak. Keterampilan ini akan berkaitan dengan keterampilan membaca.

Baca Juga Optimalisasi Komunitas Belajar

Keterampilan membaca merupakan salah satu aktivitas yang sangat kompleks. Tidak hanya melibatkan kemampuan membaca, tetapi juga melibatkan kemampuan kognitif, kemampuan untuk mengamati dan kemampuan berkomunikasi.  Keterampilan membaca biasa dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pra membaca, saat membaca, dan pasca membaca. Pada tahap pra membaca, kegiatan yang biasa dilakukan adalah memprediksi isi bacaan melalui gambar atau ilustrasi, memperhatikan judul dan menafsirkan menurut pendapatnya, dan lainnya. Tahap saat membaca, aktifitas yang dilakukan melibatkan keseriusan dan kemampuan kognitif. Sedangkan kegiatan pasca membaca adalah menceritakan kembali, mencari unsur instrinsik dari bacaan, menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan bacaan, atau mencari kosakata baru. Pada anak usia transisi PAUD ke sekolah dasar bisa diketahui dengan mengenal bentuk huruf, mencocokan bentuk huruf yang sama, atau menyusun huruf menjadi kata dengan contoh kata yang sudah ada.

Keterampilan berikutnya adalah keterampilan menulis. Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang bersifat aktif-produktif. Keterampilan ini dipandang menduduki hierarki yang paling rumit dan kompleks di antara jenis-jenis keterampilan berbahasa lainnya. Menurut Tarigan menyatakan bahwa keterampilan menulis yang bisa diartikan sebagai kegiatan di dalam menuangkan ide atau gagasan dan dengan menggunakan bahasa tulis yang mana sebagai media penyampaiannya. Pada anak usia transisi PAUD ke sekolah dasar bisa dilihat dari cara anak memegang pensil, menulis garis lurus, lengkung, menebalkan huruf, dan lainnya.

Empat keterampilan ini sering dijadikan prasyarat anak untuk masuk ke sekolah dasar. Hal ini adalah keliru. Anak yang bersekolah di Taman Kanak-Kanak (TK) seyogyanya belum mendapatkan materi tentang empat keterampilan tersebut. Mereka di TK lebih banyak untuk mematangkan motorik halus dan motorik kasarnya. Motorik halus ini berupa kelenturan jari jemari anak agar mudah nantinya dalam menulis di sekolah dasar. Selain itu motorik kasar anak yang ditekankan di TK bertujuan untuk melatih fokus anak dalam menyimak, melatih sikap tubuh yang baik dalam berbicara. Kemampuan visual anak juga dilatih pada TK untuk kematangan dalam membedakan simbol-simbol huruf yang bermanfaat untuk membaca. Dalam melihat kesiapan anak pada masa transisi PAUD ke sekolah dasar dapat kita lakukan tes observasi.

Tes observasi ini bukan sebagai penentu lulus atau tidaknya anak masuk sekolah dasar, melainkan sebagai data awal untuk guru agar dapat melakukan tindak lanjut pada anak. Guru akan merancang tindakan-tindakan yang berpihak pada anak, sehingga kemampuan anak dapat meningkat secara signifikan.

Beberapa tes observasi yang dapat dilakukan adalah tes kesiapan motorik harus, tes kesiapan motorik kasar, tes kemampuan berfikir, tes auditori, tes visual, dan tes kemampuan berbahasa. Pada tes motorik halus dapat berupa memotong kertas sesuai pola yang sudah ditentukan, memasang kancing baju, memindahkan benda-benda kecil dari kiri ke kanan. Untuk tes motorik kasar berupa berjalan lurus, melompat, dan berjalan menggunakan keseimbangan.  Tes kemampuan berfikir lebih mengarah pada kemampuan matematika anak seperti menghitung gambar, menghitung mainan (menilai kesesuaian ucapan hitungan dengan gerak tangan), atau menyebutkan angka. Tes auditori berupa menebak bunyi benda, menebak suara hewan, dan memberikan tiga perintah secara bersamaan. Tes visual biasanya mencocokan pola-pola gambar atau menebak pola warna. Sedangkan tes kemampuan berbahasa hanya pada hal-hal sederhana seperti meminta anak untuk menceritakan cerita sederhana yang disampaikan observer (menyimak), meminta anak untuk menceritakan anggota keluarganya (berbicara), mencocokan huruf (membaca), dan menebalkan pola-pola garis putus-putus (menulis).

Sekolah sebaiknya melakukan tes observasi bukan tes penerimaan siswa. Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip kurikulum merdeka, yaitu adanya assessment diagnostik. Tujuan assessment diagnostik ini adalah untuk mengetahui keadaan awal siswa. Dengan adanya assessment diagnostik memungkinkan siswa untuk bersikap lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran. Pencapaian siswa dapat meningkat. Memudahkan guru dalam menyusun rancangan pembelajaran yang mengakomodir kompetensi dan kondisi siswa.

Baca Juga: Kurikulum Baru Harapan Baru?

Leave a Reply